Sejarah Penyuluhan Pertanian di Dunia
Penyuluhan Pertanian
sebagai ilmu, ditandai oleh tulisan William Sewell berjudul: Suggestions for
the Extension of the University pada tahun 1850 (Ban dan Hawkins, 1985). Kemudian masuk ke Amerika pada awal abad 20
ketika Cooperative Extension Services mengembangkan
Land Grant College. Tetapi, menurut sejarah purbakala, kegiatan
penyuluhan pertanian sudah dimulai di lembah Mesopotamia sekitar 1800 tahun
sebelum Kristus (Saad, 1990), dan di China dimulai pada abad ke 6 SM, ditandai
dengan catatan tertulis tentang teknik-teknik esensial dan pertanian pada
535 SM pada masa Dinasti Han (Swanson et al, 1997).
Pada abad ke 2 SM sampai dengan abad ke 4 Masehi,
banyak dijumpai tulisan-tulisan berbahasa Latin, seringkali disertai dengan
gambar-gambar tentang pengalaman praktek bertani (White, 1977).
Mengutip True (1929), Swanson et al (1984)
mengemukakan bahwa akar kegiatan penyuluhan pertanian dapat ditelusuri
bersamaan dengan jaman Renaisans yang diawali sejak abad 14, yaitu sejak adanya
gerakan tentang pentingnya kaitan pendidikan dengan kebutuhan hidup manusia.
Pada 1304, Pietro de Crescenzi menulis buku teks
tentang pertanian dalam bahasa Latin yang kemudian banyak diterjemahkan dalam
bahasa Itali dan Perancis. Sejak saat
itu, kegiatan penulisan buku-buku pertanian semakin banyak bermunculan.
Pada abad 17 dan 18, banyak ditulis pustaka tentang
pertanian di banyak negara Eropa. Di Inggris sendiri, sebelum tahun 1800
tercatat sekitar 200 penulis. Dan pada tahun 1784 di London terbit majalah pertanian yang dipimpin
Arthur Young, sebagai majalah yang tersebar luas di Eropa dan Amerika. Pada
pertengahan abad 18, banyak kalangan tuan-tanah (bangsawan) progresif yang
mengem-bangkan kegiatan penyuluhan pertanian melalui beragam pertemuan,
demonstrasi, perkumpulan pertanian,
dimana terjadi pertukaran informasi antara pemilik-tanah dengan para
tokoh-petani. Hal ini disebabkan karena:
1) Adanya keinginan belajar tentang bagaimana
mengembangkan produktivitas dan nilai produknya, serta sistem penyakapan dan
bagi-hasil yang perlu dikembangkan.
2) Adanya perkembangan ilmu pengetahuan modern dalam bidang
pertanian, khususnya penggunaan agrokimia dan ilmu fisiologi-tanaman (Russell,
1966).
Sejarah Penyuluhan Pertanian di Indonesia
Kelahiran penyuluhan
pertanian modern, sebenarnya baru dimulai di Irlandia pada tahun 1847, yaitu
sejak terjadinya krisis penyakit tanaman kentang yang terjadi pada 1845-1851
(Jones, 1982). Modernisasi penyuluhan pertanian secara besar-besaran, justru
terjadi di Jerman pada akhir abad 19, yang kemudian menyebar ke Denmark, Swis,
Hungaria dan Rusia. Sementara itu,
Perancis tercatat sebagai negara yang untuk pertama kali mengembangkan
penyuluhan pertanian yang dibiayai negara sejak tahun 1879. Pada awal abad 20, kegiatan penyuluhan
pertanian umumnya masih dilakukan dengan skala kecil-kecil baik yang
diorganisir oleh lembaga/instansi pemerin-tah maupun perguruan tinggi. Tetapi, seiring dengan perkembangan-nya,
organisasi penyuluhan pertanian tumbuh semakin kompleks dan semakin birokratis.
Kelahiran penyuluhan
pertanian ”modern” disebabkan oleh
beberapa kondisi yang diperlukan bagi kelahiran penyuluhan pertanian,,
yang ditandai oleh (Swanson et al,
1997):
1) Adanya praktek-praktek baru dan temuan-temuan penelitian
2) Kebutuhan tentang pentingnya informasi untuk diajarkan
kepada petani
3) Tekanan terhadap perlunya organisasi penyuluhan
4) Ditetapkannya kebijakan penyuluhan
5) Adanya masalah-masalah yang dihadapi di lapangan
Pada perkembangan terakhir, dewasa ini penyuluhan
pertanian telah diakui sebagai suatu sistem penyampaian informasi dan pemberian
nasehat penggunaan input dalam pertanian modern.
Banyak kalangan yang
menyebut kelahiran penyuluhan pertanian di Indonesia bersamaan dengan
dibangunnya Kebun Raya Bogor pada 1817.
Tetapi almarhum Prof. Iso Hadiprodjo keberatan, dan menun-juk tahun 1905
bersamaan dengan dibukanya Departemen Pertanian, yang antara lain memiliki
tugas melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian sebagai awal kegiatan
penyuluhan pertanian di Indonesia.
Hal ini disebabkan,
karena kegiatan “penyuluhan” sebelum 1905 lebih berupa pemaksaan-pemaksaan yang
dilakukan dalam rangka pelaksanaan “tanam-paksa” atau cultuurstelsel.
Meskipun kegiatan
penyuluhan pertanian di Indonesia telah berlang-sung lebih dari seabad, tetapi
kehadirannya sebagai ilmu tersendiri baru dilakukan sejak dasawarsa 60’an yang
dikenalkan melalui Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA). Tulisan-tulisan
tentang penyuluhan pertanian, masih ditulis dalam bentuk booklet yang
diterbitkan oleh Departemen Pertanian, yang antara lain ditulis oleh:
Hasmosoewignyo Arifin Mukadas, dan Sukandar Wiriatmadja. Sedang buku teks tentang penyuluhan yang
pertama kali, ditulis oleh Soejitno pada tahun 1968.
|
Pasca sarjana IPB, tempat pertama dibukanya jurusan penyuluhan pertanian |
Di lingkungan perguruan
tinggi, ilmu penyuluhan pertanian baru dikembangkan sejak 1976 bersamaan dengan
dibukanya jurusan Penyuluhan Pertanian di Sekolah Pasca Sarjana IPB. Sedang
untuk program S1, program studi penyuluhan dan komunikasi pertanian baru dibuka
sejak diberlakukannya Kurikulum Nasional pada 1998. Sebelum itu, (di Fakultas Pertanian Universitas
Gadjah Mada) ilmu penyuluhan pertanian diajarkan dalam mata-kuliah Paedagogiek
Penyuluhan Pertanian.
Di masa kemerdekaan,
kegiatan penyuluhan pertanian telah dimulai sejak awal ditandai dengan
dibentuknya Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD) pada tahun 1949 yang semakin diintensifkan
pada awal Revolusi Hijau pada masa Padi Sentra. Memasuki era pelak-sanaan BIMAS
di tahun 1967, penyuluhan pertanian
memasukkan perguruan tinggi sebagai bagian organik dari organisasi BIMAS sejak
di tingkat Kabupaten, Propinsi, dan Pusat.
Pada tahun 1984,
penyuluhan pertanian di Indonesia melalui proyek penyuluhan pertanian tanaman
pangan (National Food Crps Extens-ion
Project) meraih masa kejayaanya yang ditandai dengan pem-berian penghargaan
FAO atas keberhasilannya mencapai swa-sembada beras.
Memasuki dasawarsa 1990-an
semakin dirasakan menurunnya ”pamor” penyuluhan pertanian yang dikelola oleh
pemerintah (Departemen Pertanian). Hal
ini terjadi, tidak saja karena perubahan struktur organisasi penyuluhan, tetapi
juga semakin banyaknya pihak yang melakukan penyuluhan pertanian (perguruan
tinggi, produsen sarana produksi dan LSM), serta semakin beragam dan mudahnya
sumber-sumber informasi/inovasi yang dapat diakses oleh masyarakat (petani).
Pada tahun 1995, terjadi
perubahan struktur kelembagaan penyuluhan pertanian melalui pembentukan Balai
Informasi Penyuluhan Pertanian (BIPP) di setiap Kabupaten. Sayangnya, kinerja
lembaga ini banyak dikritik karena kurangnya koordinasi dengan Dinas-teknis
terkait. Kondisi seperti itu semakin diperburuk oleh bergulirnya era reformasi
yang berakibat pada tidak meratanya perhatian pemerintah Kabupaten terhadap
kegiatan penyuluhan pertanian.
Mencermati keadaan
seperti itu, sebagai tindak lanjut kebijakan Revitalisasi Pertanian, Perikanan
dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan pada tanggal 15 Juni 2005 di Purwakarta,
pada tanggal 15 Nopember 2006 berhasil diundangkan Undang-undang Sistem
Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang diharapkan dapat memberikan
landasan: kebijakan, program, kelembagaan, kete-nagaan, penyelenggaraan,
pembiayaan, dan pengawasan penyuluhan pertanian.
Referensi:
Mardikanto, Totok. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta: UNS Press.