Mei 2013 ~ Berbagi Bersama Dokter Tanaman

Jumat, 24 Mei 2013

Penyuluhan dan Proses Penyebarluasan Informasi

Sebagai terjemahan dari kata “extension”, penyuluhan dapat diartikan sebagai proses penyebarluasan yang dalam hal ini, merupakan peyebarluasan informasi tentang ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang dihasilkan oleh perguruan tinggi ke dalam praktek atau kegiatan praktis.
Implikasi dari pengertian ini adalah:

1)  Sebagai agen penyebaran informasi, penyuluh tidak boleh hanya menunggu aliran informasi dari sumber-sumber informasi (peneliti, pusat informasi, institusi pemerintah, dll) melainkan harus secara aktif berburu informasi yang bermanfaat dan atau dibutuhkan oleh masyarakat yang menjadi kliennya.
Dalam hubungan ini, penyuluh harus mengoptimalkan pemanfaatan segala sumberdaya yang dimiliki serta segala media/ saluran informasi yang dapat digunakan (media-masa, internet, dll) agar tidak ketinggalan dan tetap dipercaya sebagai sumber informasi “baru” oleh kliennya.

2)   Penyuluh harus aktif untuk menyaring informasi yang diberikan atau yang diperoleh kliennya dari sumber-sumber yang lain, baik yang menyangkut kebijakan, produk, metoda, nilai-nilai perilaku, dll. Hal ini penting, karena di samping dari penyuluh, masyarakat seringkali juga memperoleh informasi/inovasi dari sumber-sumber lain (aparat pemerintah, produsen/ pelaku bisnis, media masa, LSM) yang tidak selalu “benar” dan bermanfaat/ mengun-tungkan masyarakat/kliennya.
Sebab, dari pengalaman menunjukkan, informasi yang datang dari “luar” seringkali lebih berorientasi kepada “kepentingan luar” dibanding keberpihakannya kepada kepentingan masyarakat yang menjadi kliennya.

3)  Penyuluh perlu lebih memperhatikan informasi dari “dalam” baik yang berupa “kearifan tradisional” maupun endegenuous technology”.
Hal ini penting, karena informasi yang berasal dari dalam, di samping telah teruji oleh waktu, seringkali juga lebih sesuai dengan kondisi setempat, baik ditinjau dari kondisi fisik, teknis, ekonomis, sosial/budaya, maupun kesesuainnya dengan kebutuh-an pengembangan komunitas setempat.

4)  Pentingnya informasi yang menyangkut hak-hak politik masyarakat, di samping: inovasi teknologi, kebijakan, manajemen, dll.

Hal ini penting, karena yang untuk pelaksanaan kegiatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat seringkali sangat tergan-tung kepada kemauan dan keputusan politik.   Sebagai contoh, program intensifikasi padi terbukti tidak banyak memberikan perbaikan kesejahteraan petani.  Demikian juga yang terjadi kaitannya dengan kebijakan impor beras, gula, daging, dll.

Referensi:
Mardikanto, Totok. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta: UNS Press.

Sejarah Penyuluhan Pertanian di Indonesia



Sejarah Penyuluhan Pertanian di Dunia

Penyuluhan Pertanian sebagai ilmu, ditandai oleh tulisan William Sewell berjudul: Suggestions for the Extension of the University pada tahun 1850 (Ban dan Hawkins, 1985).  Kemudian masuk ke Amerika pada awal abad 20 ketika Cooperative Extension Services mengembangkan Land Grant College. Tetapi, menurut sejarah purbakala, kegiatan penyuluhan pertanian sudah dimulai di lembah Mesopotamia sekitar 1800 tahun sebelum Kristus (Saad, 1990), dan di China dimulai pada abad ke 6 SM, ditandai dengan catatan tertulis tentang teknik-teknik esensial dan pertanian pada 535 SM pada masa Dinasti Han (Swanson et al, 1997).  

Pada abad ke 2 SM sampai dengan abad ke 4 Masehi, banyak dijumpai tulisan-tulisan berbahasa Latin, seringkali disertai dengan gambar-gambar tentang pengalaman praktek bertani (White, 1977).

Mengutip True (1929), Swanson et al (1984) mengemukakan bahwa akar kegiatan penyuluhan pertanian dapat ditelusuri bersamaan dengan jaman Renaisans yang diawali sejak abad 14, yaitu sejak adanya gerakan tentang pentingnya kaitan pendidikan dengan kebutuhan hidup manusia.
Pada 1304, Pietro de Crescenzi menulis buku teks tentang pertanian dalam bahasa Latin yang kemudian banyak diterjemahkan dalam bahasa Itali dan Perancis.  Sejak saat itu, kegiatan penulisan buku-buku pertanian semakin banyak bermunculan. 

Pada abad 17 dan 18, banyak ditulis pustaka tentang pertanian di banyak negara Eropa. Di Inggris sendiri, sebelum tahun 1800 tercatat sekitar 200 penulis. Dan pada tahun 1784 di London terbit majalah pertanian yang dipimpin Arthur Young, sebagai majalah yang tersebar luas di Eropa dan Amerika. Pada pertengahan abad 18, banyak kalangan tuan-tanah (bangsawan) progresif yang mengem-bangkan kegiatan penyuluhan pertanian melalui beragam pertemuan, demonstrasi, perkumpulan pertanian,  dimana terjadi pertukaran informasi antara pemilik-tanah dengan para tokoh-petani.  Hal ini disebabkan karena:


1)  Adanya keinginan belajar tentang bagaimana mengembangkan produktivitas dan nilai produknya, serta sistem penyakapan dan bagi-hasil yang perlu dikembangkan.
2)  Adanya perkembangan ilmu pengetahuan modern dalam bidang pertanian, khususnya penggunaan agrokimia dan ilmu fisiologi-tanaman (Russell, 1966).


Sejarah Penyuluhan Pertanian di Indonesia
 
Kelahiran penyuluhan pertanian modern, sebenarnya baru dimulai di Irlandia pada tahun 1847, yaitu sejak terjadinya krisis penyakit tanaman kentang yang terjadi pada 1845-1851 (Jones, 1982). Modernisasi penyuluhan pertanian secara besar-besaran, justru terjadi di Jerman pada akhir abad 19, yang kemudian menyebar ke Denmark, Swis, Hungaria dan Rusia.  Sementara itu, Perancis tercatat sebagai negara yang untuk pertama kali mengembangkan penyuluhan pertanian yang dibiayai negara sejak tahun 1879.  Pada awal abad 20, kegiatan penyuluhan pertanian umumnya masih dilakukan dengan skala kecil-kecil baik yang diorganisir oleh lembaga/instansi pemerin-tah maupun perguruan tinggi. Tetapi, seiring dengan perkembangan-nya, organisasi penyuluhan pertanian tumbuh semakin kompleks dan semakin birokratis.

Kelahiran penyuluhan pertanian ”modern”  disebabkan oleh beberapa kondisi yang diperlukan bagi kelahiran penyuluhan pertanian,, yang  ditandai oleh (Swanson et al, 1997):

1)      Adanya praktek-praktek baru dan temuan-temuan penelitian
2)      Kebutuhan tentang pentingnya informasi untuk diajarkan kepada petani
3)      Tekanan terhadap perlunya organisasi penyuluhan
4)      Ditetapkannya kebijakan penyuluhan
5)      Adanya masalah-masalah yang dihadapi di lapangan

Pada perkembangan terakhir, dewasa ini penyuluhan pertanian telah diakui sebagai suatu sistem penyampaian informasi dan pemberian nasehat penggunaan input dalam pertanian modern.
  

Banyak kalangan yang menyebut kelahiran penyuluhan pertanian di Indonesia bersamaan dengan dibangunnya Kebun Raya Bogor pada 1817.  Tetapi almarhum Prof. Iso Hadiprodjo keberatan, dan menun-juk tahun 1905 bersamaan dengan dibukanya Departemen Pertanian, yang antara lain memiliki tugas melaksanakan kegiatan penyuluhan pertanian sebagai awal kegiatan penyuluhan pertanian di Indonesia. 

Hal ini disebabkan, karena kegiatan “penyuluhan” sebelum 1905 lebih berupa pemaksaan-pemaksaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan “tanam-paksa” atau cultuurstelsel.

Meskipun kegiatan penyuluhan pertanian di Indonesia telah berlang-sung lebih dari seabad, tetapi kehadirannya sebagai ilmu tersendiri baru dilakukan sejak dasawarsa 60’an yang dikenalkan melalui Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA). Tulisan-tulisan tentang penyuluhan pertanian, masih ditulis dalam bentuk booklet yang diterbitkan oleh Departemen Pertanian, yang antara lain ditulis oleh: Hasmosoewignyo Arifin Mukadas, dan Sukandar Wiriatmadja.  Sedang buku teks tentang penyuluhan yang pertama kali, ditulis oleh Soejitno pada tahun 1968. 
Pasca sarjana IPB, tempat pertama dibukanya jurusan penyuluhan pertanian

Di lingkungan perguruan tinggi, ilmu penyuluhan pertanian baru dikembangkan sejak 1976 bersamaan dengan dibukanya jurusan Penyuluhan Pertanian di Sekolah Pasca Sarjana IPB. Sedang untuk program S1, program studi penyuluhan dan komunikasi pertanian baru dibuka sejak diberlakukannya Kurikulum Nasional pada 1998.  Sebelum itu, (di Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada) ilmu penyuluhan pertanian diajarkan dalam mata-kuliah Paedagogiek Penyuluhan Pertanian.

Di masa kemerdekaan, kegiatan penyuluhan pertanian telah dimulai sejak awal ditandai dengan dibentuknya Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD)  pada tahun 1949 yang semakin diintensifkan pada awal Revolusi Hijau pada masa Padi Sentra. Memasuki era pelak-sanaan BIMAS di tahun 1967,  penyuluhan pertanian memasukkan perguruan tinggi sebagai bagian organik dari organisasi BIMAS sejak di tingkat Kabupaten, Propinsi, dan Pusat.

Pada tahun 1984, penyuluhan pertanian di Indonesia melalui proyek penyuluhan pertanian tanaman pangan (National Food Crps Extens-ion Project) meraih masa kejayaanya yang ditandai dengan pem-berian penghargaan FAO atas keberhasilannya mencapai swa-sembada beras.

Memasuki dasawarsa 1990-an semakin dirasakan menurunnya ”pamor” penyuluhan pertanian yang dikelola oleh pemerintah (Departemen Pertanian).  Hal ini terjadi, tidak saja karena perubahan struktur organisasi penyuluhan, tetapi juga semakin banyaknya pihak yang melakukan penyuluhan pertanian (perguruan tinggi, produsen sarana produksi dan LSM), serta semakin beragam dan mudahnya sumber-sumber informasi/inovasi yang dapat diakses oleh masyarakat (petani).


Pada tahun 1995, terjadi perubahan struktur kelembagaan penyuluhan pertanian melalui pembentukan Balai Informasi Penyuluhan Pertanian (BIPP) di setiap Kabupaten. Sayangnya, kinerja lembaga ini banyak dikritik karena kurangnya koordinasi dengan Dinas-teknis terkait. Kondisi seperti itu semakin diperburuk oleh bergulirnya era reformasi yang berakibat pada tidak meratanya perhatian pemerintah Kabupaten terhadap kegiatan penyuluhan pertanian.
Mencermati keadaan seperti itu, sebagai tindak lanjut kebijakan Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan pada tanggal 15 Juni 2005 di Purwakarta, pada tanggal 15 Nopember 2006 berhasil diundangkan Undang-undang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang diharapkan dapat memberikan landasan: kebijakan, program, kelembagaan, kete-nagaan, penyelenggaraan, pembiayaan, dan pengawasan penyuluhan pertanian.
  


Referensi:
Mardikanto, Totok. 2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta: UNS Press.