Kegiatan upaya pembangunan dalam
pertanian yang disampaikan melalui kegiatan penyuluhan, ditujukan untuk
tercapainya perubahan-perubahan pada perilaku petani dan masyarakatnya mencakup
aspek baik ekonomi, social budaya, ideology, politik maupun keamanan, untuk itu
pembangunan yang diberikan haruslah dapat mendorong terjadinya perubahan yang
memiliki sifat pembaharuuan, yang sering disebut “Inovasi”. Secara singkat inovasi berarti ide, gagasan, praktek
baru. Sehingga secara keseluruhan dapat diartikan “Sesuati ide, produk, informasi teknologi, kelembagaan, perilaku,
nilai-nilai, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima,
dan digunakan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokasi tertentu,
yang dapat mendorong terjadinya perubahan – perubahan di segala aspek kehidupan
masyarakat (Mardikanto, 1988)”.
Adopsi, dalam penyuluhan pertanian
pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses penerima inovasi atau perubahan
perilaku yang baik berupa pengetahuan (Cognitive), sikap (affective), maupun
ketrampilan (psychomotoric) pada diri sesorang setelah menerima “inovasi” yang
disampaiakan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Adopsi dalam pembahasan ini
menerima sesuatu yang “baru” yang ditawarkan dan diupayakan oleh pihak lain
atau penyuluh.
Tahapan
– tahapan Adopsi :
Pada dasarnya, proses adopsi pasti
melalui tahapan sebelum masyarakat menerima atau menerapkan dengan keyakinannya
sendiri. Tahapan dari Adopsi yaitu :
1.
Awwareness,
atau kesadaran, yaitu penerima mulai sadar mengenai adanya inovasi yang
ditawarkn oleh penyuluh.
2.
Interest,
atau tumbuhnya minat atau keinginannya untuk bertanya, mengetahui lebih jauh
tentang inovasi yang ditawarkan.
3.
Evaluation,
atau penilaian terhadap baik atau buruk mengenai manfaat inovasi yang telah
diketahui informasinya secara lebih lengkap.
4.
Trial,
atau mencoba dalam skala kecil untuk lebih meyakinkan penilaiannya, sebalum
menerapkan untuk skala yang lebih luas lagi.
5.
Adoption,
yaitu
menerima atau menerapkan dengankeyakinn berdasarkan penilaian dan uji coba yang
telah diamatinya sendiri.
Dalam praktek penyuluhan pertanian,
penilaian tingkat adopsi inovasi bisa dilakukan dengan menggunakan tolok ukur
tingkat mutu intensifikasi, yaitu dengan membandingkan “rekomendasi” yang
ditetapkan dengan jumlah dan kualitas penerapan yang dilakukan dilapangan.
Sejalan dengan semakin
berkembangnyapenerapan ilmu penyuluhan pembangunan di Indonesia, studi – studi
tentang adopsi inovasi kian menarik untuk terus dikaji, semakin pentingnya
kajian tentang adopsi inovasi tersebut antara lain disebabkan karena, sejak
dimulainya “Revolusi Hijau” pada dasawarsa 1960-an di Indonesia, pembangunan pertanian lebih
memusatkan perhatiannya kepada peningkatan mutu intensifikasi yang diupayakan
melalui penerapan inovasi, baik yang berupa inovasi-teknis (mulai pancausaha,
saaptausaha, sampai sepuluh jurus teknologi) maupun inovasi social (usahatani
berkelompok, melalui Insus dan Supra Insus). Tergantung pada proses perubahan
perilaku yang diupayakan, proses pencapaian tahapan adopsi dapat berlangsung
secara cepat maupun lambat. Ditinjau dari pemantaban perubahan perilaku yang
terjadi, adopsi yang berlangsung melalui proses bujukan atau pendidikan
biasanya lebih sulit berubah lagi. Sedang adopsi yang terjadi melalui
pemaksaan, biasanya lebih cepat berubah kembali, segera setelah unsur kegiatan
pemaksaan tersebut tidak dilanutkan lagi. Dari hal tersebut dapat diperoleh informasi
bahwa kecepatan adopsi dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu :
1)
Sifat – sifat atau karakteristik inovasi
2)
Sifat atau karakteristik calon pengguna
3)
Pengambilan keputusaan adopsi
4)
Saluran atau media yang digunakan
5)
Kualifikasi penyuluh
Proses adopsi inovasi juga dapat
didekati dengan pemahaman bahwa proses adopsi inovasi itu sendiri merupakan
proses yang diupyakan secara sadar demi tercapainya tujuan pembangunan
pertanian. Sebagai suatu proses, pembanguna pertanian merupakan interaksi dari
banyak pihak secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan upaya
peningkatan produktivitas usahatani dan peningkatan pendapatan serta perbaikan
mutu hidup, melalui penerapan teknologi yang terpilih (Mardikanto, 1988).
Selaras dengan hal itu, maka kajian terhadap faktor – faktor penentu adopsi
inovasi dapat dilakukan melalui tiga pendekatan sekaligus meliputi : pendekatan
komunikasi, psiko-sosial, dan sistem agribisnis.
Proses adopsi inovasi ditentukan
oleh kualitas penyuluh yang mencakup : kualitas penyuluh, sifat-sifat
inovasinya, saluran komunikasi yang digunakan, dan ciri-ciri dari sasaran yang
meliputi : status social-ekonomi, dan persepsinya terhadap aparat pelaksana
kegiatan penyuluhan maupun program – program pembangunan pada umumnya.
Difusi
Inovasi Dalam Penyuluhan Pertanian :
Proses Difusi Inovasi adalah
pembesaran adopsi inovasi dari satu individu yang telah mengadopsi ke individu
lain dalam sistem social masyarakat sasaran yang sama. Seperti yang telah
dikemukakan, kecepatan adopsi dan difusi juga tergantung kepada aktivitas yang
dilakukan oleh penyuluhnya sendiri.
Sehubungan dengan hal itu,
percakapan tentang kekuatan – kekuatan yang mendorong penyuluhan dan percakapan
tentang peran penyuluh, setiap penyuluh diharapkan dapat mempercepat proses
adopsi dan difusi inovasi, melalui :
1.
Melakukan diagnose terhadap masalah
masyarakatnya, serta kebutuhan – kebutuhan nyata (real need) yang belum
dirasakan masyarakatnya.
2.
Adanya kebutuhan baru yang mendorong
masyarakat untuk siap melakukan perubahan – perubahan sedemikian rupa sehingga
dengan kesadarannya sendiri mereka termotivasi untuk melakukan perubhan –
perubahan.
3.
Menjalin hubungan erat dengan masyarakat
sasaran, membuat mereka yakin bahwa mereka mampu memecahkan masalahnya serta
mewujudkan terpenuhinya kebutuhan – kebutuhan yang baru.
4.
Mendukung dan membantu masyarakat
sasaran, agar keinginannya dapat menjadi nyata untuk melakukan perubahan.
5.
Memantabkan hubungan dengan masyarakat
sasaran, pada akhirnya melepaskan mereka untuk berswakarsa dan berswadaya
melakukan perubahan tanpa harus selalu menggantungkan bantuan guna melakukan
perubahan yang dapat mereka laksanakan sendiri.
Berkaitan dengan proses adopsi dan
difusi inovasi, perlu dicermati tentang peran kelompok perintis dan pelopor
serta pemuka – pendapat (opinion leader).Disamping
itu, kelompok pemuka – pendapat yang sering dinilai memegang peran penting
dalam proses “Komunikasi dua tahap” ternyata juga tidak selalu dapat dijadikn
panutan atau acuan masyarakatnya. Hal itu disebabkan karena seringkali mereka
hanya menyalurkan pendapatnya atau inovasinya yang lebih menguntungkan
statusnya sebagai “Pemuka” masyarakatnya.sedangkan inovasi yang berupa ide –
ide yang akan “membahayakan” kedudukan atau bisnisnya tidak akan disampaikan
kepada masyarakatnya.
Referensi:
Mardikanto,Totok.2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta: UNS Press.
Mardikanto, Totok.2009. Membangun Pertanian Modern. Surakarta: UNS Press.
0 komentar:
Posting Komentar