Adopsi dan Difusi Inovasi dalam Penyuluhan Pertanian ~ Berbagi Bersama Dokter Tanaman

Selasa, 21 Mei 2013

Adopsi dan Difusi Inovasi dalam Penyuluhan Pertanian


Kegiatan upaya pembangunan dalam pertanian yang disampaikan melalui kegiatan penyuluhan, ditujukan untuk tercapainya perubahan-perubahan pada perilaku petani dan masyarakatnya mencakup aspek baik ekonomi, social budaya, ideology, politik maupun keamanan, untuk itu pembangunan yang diberikan haruslah dapat mendorong terjadinya perubahan yang memiliki sifat pembaharuuan, yang sering disebut “Inovasi”. Secara singkat inovasi berarti ide, gagasan, praktek baru. Sehingga secara keseluruhan dapat diartikan “Sesuati ide, produk, informasi teknologi, kelembagaan, perilaku, nilai-nilai, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokasi tertentu, yang dapat mendorong terjadinya perubahan – perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat (Mardikanto, 1988)”.
Adopsi, dalam penyuluhan pertanian pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses penerima inovasi atau perubahan perilaku yang baik berupa pengetahuan (Cognitive), sikap (affective), maupun ketrampilan (psychomotoric) pada diri sesorang setelah menerima “inovasi” yang disampaiakan penyuluh oleh masyarakat sasarannya. Adopsi dalam pembahasan ini menerima sesuatu yang “baru” yang ditawarkan dan diupayakan oleh pihak lain atau penyuluh. 


Tahapan – tahapan Adopsi :
Pada dasarnya, proses adopsi pasti melalui tahapan sebelum masyarakat menerima atau menerapkan dengan keyakinannya sendiri. Tahapan dari Adopsi yaitu :
1.      Awwareness, atau kesadaran, yaitu penerima mulai sadar mengenai adanya inovasi yang ditawarkn oleh penyuluh.
2.      Interest, atau tumbuhnya minat atau keinginannya untuk bertanya, mengetahui lebih jauh tentang inovasi yang ditawarkan.
3.      Evaluation, atau penilaian terhadap baik atau buruk mengenai manfaat inovasi yang telah diketahui informasinya secara lebih lengkap.
4.      Trial, atau mencoba dalam skala kecil untuk lebih meyakinkan penilaiannya, sebalum menerapkan untuk skala yang lebih luas lagi.
5.      Adoption, yaitu menerima atau menerapkan dengankeyakinn berdasarkan penilaian dan uji coba yang telah diamatinya sendiri.

Dalam praktek penyuluhan pertanian, penilaian tingkat adopsi inovasi bisa dilakukan dengan menggunakan tolok ukur tingkat mutu intensifikasi, yaitu dengan membandingkan “rekomendasi” yang ditetapkan dengan jumlah dan kualitas penerapan yang dilakukan dilapangan.
Sejalan dengan semakin berkembangnyapenerapan ilmu penyuluhan pembangunan di Indonesia, studi – studi tentang adopsi inovasi kian menarik untuk terus dikaji, semakin pentingnya kajian tentang adopsi inovasi tersebut antara lain disebabkan karena, sejak dimulainya “Revolusi Hijau” pada dasawarsa 1960-an di  Indonesia, pembangunan pertanian lebih memusatkan perhatiannya kepada peningkatan mutu intensifikasi yang diupayakan melalui penerapan inovasi, baik yang berupa inovasi-teknis (mulai pancausaha, saaptausaha, sampai sepuluh jurus teknologi) maupun inovasi social (usahatani berkelompok, melalui Insus dan Supra Insus). Tergantung pada proses perubahan perilaku yang diupayakan, proses pencapaian tahapan adopsi dapat berlangsung secara cepat maupun lambat. Ditinjau dari pemantaban perubahan perilaku yang terjadi, adopsi yang berlangsung melalui proses bujukan atau pendidikan biasanya lebih sulit berubah lagi. Sedang adopsi yang terjadi melalui pemaksaan, biasanya lebih cepat berubah kembali, segera setelah unsur kegiatan pemaksaan tersebut tidak dilanutkan lagi.  Dari hal tersebut dapat diperoleh informasi bahwa kecepatan adopsi dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu :
1)      Sifat – sifat atau karakteristik inovasi
2)      Sifat atau karakteristik calon pengguna
3)      Pengambilan keputusaan adopsi
4)      Saluran atau media yang digunakan
5)      Kualifikasi penyuluh
Proses adopsi inovasi juga dapat didekati dengan pemahaman bahwa proses adopsi inovasi itu sendiri merupakan proses yang diupyakan secara sadar demi tercapainya tujuan pembangunan pertanian. Sebagai suatu proses, pembanguna pertanian merupakan interaksi dari banyak pihak secara langsung maupun tidak langsung terkait dengan upaya peningkatan produktivitas usahatani dan peningkatan pendapatan serta perbaikan mutu hidup, melalui penerapan teknologi yang terpilih (Mardikanto, 1988). Selaras dengan hal itu, maka kajian terhadap faktor – faktor penentu adopsi inovasi dapat dilakukan melalui tiga pendekatan sekaligus meliputi : pendekatan komunikasi, psiko-sosial, dan sistem agribisnis.
Proses adopsi inovasi ditentukan oleh kualitas penyuluh yang mencakup : kualitas penyuluh, sifat-sifat inovasinya, saluran komunikasi yang digunakan, dan ciri-ciri dari sasaran yang meliputi : status social-ekonomi, dan persepsinya terhadap aparat pelaksana kegiatan penyuluhan maupun program – program pembangunan pada umumnya.


Difusi Inovasi Dalam Penyuluhan Pertanian :
Proses Difusi Inovasi adalah pembesaran adopsi inovasi dari satu individu yang telah mengadopsi ke individu lain dalam sistem social masyarakat sasaran yang sama. Seperti yang telah dikemukakan, kecepatan adopsi dan difusi juga tergantung kepada aktivitas yang dilakukan oleh penyuluhnya sendiri.
Sehubungan dengan hal itu, percakapan tentang kekuatan – kekuatan yang mendorong penyuluhan dan percakapan tentang peran penyuluh, setiap penyuluh diharapkan dapat mempercepat proses adopsi dan difusi inovasi, melalui :
1.      Melakukan diagnose terhadap masalah masyarakatnya, serta kebutuhan – kebutuhan nyata (real need) yang belum dirasakan masyarakatnya.
2.      Adanya kebutuhan baru yang mendorong masyarakat untuk siap melakukan perubahan – perubahan sedemikian rupa sehingga dengan kesadarannya sendiri mereka termotivasi untuk melakukan perubhan – perubahan.
3.      Menjalin hubungan erat dengan masyarakat sasaran, membuat mereka yakin bahwa mereka mampu memecahkan masalahnya serta mewujudkan terpenuhinya kebutuhan – kebutuhan yang baru.
4.      Mendukung dan membantu masyarakat sasaran, agar keinginannya dapat menjadi nyata untuk melakukan perubahan.
5.      Memantabkan hubungan dengan masyarakat sasaran, pada akhirnya melepaskan mereka untuk berswakarsa dan berswadaya melakukan perubahan tanpa harus selalu menggantungkan bantuan guna melakukan perubahan yang dapat mereka laksanakan sendiri.
Berkaitan dengan proses adopsi dan difusi inovasi, perlu dicermati tentang peran kelompok perintis dan pelopor serta pemuka – pendapat (opinion leader).Disamping itu, kelompok pemuka – pendapat yang sering dinilai memegang peran penting dalam proses “Komunikasi dua tahap” ternyata juga tidak selalu dapat dijadikn panutan atau acuan masyarakatnya. Hal itu disebabkan karena seringkali mereka hanya menyalurkan pendapatnya atau inovasinya yang lebih menguntungkan statusnya sebagai “Pemuka” masyarakatnya.sedangkan inovasi yang berupa ide – ide yang akan “membahayakan” kedudukan atau bisnisnya tidak akan disampaikan kepada masyarakatnya.



Referensi:
Mardikanto,Totok.2009. Sistem Penyuluhan Pertanian. Surakarta: UNS Press.
Mardikanto, Totok.2009. Membangun Pertanian Modern. Surakarta: UNS Press.

0 komentar:

Posting Komentar