Pengapuran adalah upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pH tanah dengan menambahkan kapur kedalam tanah. Tujuan utama dari pengapuran ini ialah untuk meningkatkan pH dari pH masam menjadi pH netral. Pada pH tanah yang masam, banyak unsur hara (misalnya: N, P, K, Ca, Mg) yang tidak tersedia bagi tanaman karena pada pH rendah unsur tersebut rusak. Hanya unsur Fe dan Al (unsur mikro) yang tersedia pada tanah masam. Maka diharapkan, dengan pengapuran akan meningkatkan pH menjadi netral, dimana pada pH netral banyak unsur hara yang dapat tersedia bagi tanaman.
Ada berbagai jenis kapur yang dapat digunakan untuk pengapuran lahan pertanian. Jenis
kapur tersebut antara lain:
1. Kapur giling = kapur Super, kalsit kelas 1 (CaCO3)
Kapur giling menduduki kelas utama dalam pengapuran lahan
pertanian. Bahan aslinya terutama mengandung CaCO3 atau MgCO3
yang dapat mengubah keasaman tanah.
2. Kapur tohor = kapur hidup, kalsit kelas 2 (Quicklime)
Kapur giling atau bahan lain yang kaya CaCO3 dipanasi
dengan suhu tinggi, terbentuk CO2 dan kapur hidup. Kapur hidup ini
terutama terdiri dari CaO jika yang digunakan bahan berkadar Ca tinggi. Kadang-kadang
kapur hidup juga masih mengandung MgO bentuk kapur ini biasanya tepung halus,
tapi dapat juga mengandung beberapa gumpalan empuk (soft lumps). Bila dicampur
air, membentuk kapur mati. Bila tersentuh udara, kapur hidup lambat menyerap
air dan CO2 untuk membentuk campuran kapur mati dan CaCO3 yang
disebut kapur mati udara.
Kapur yang mengandung MgCO3 kira-kira sama dengan
kandungan CaCO3 disebut dolomit. Tektur dan kekerasan kapur dolomit
bervariasi, tetapi setela digiling sempurna dapat bekerja (bereaksi) baik
dengan tanah bila tidak terlalu banyak mengandung unsur lain. Dolomit sudah
umum diperdagangkan sebagai pupuk, karena kandungan Mg disamping Ca. Fungsinya sebagai
penambah unsur seperti halnya pada pupuk gypsum. Selayaknya koreksi terhadap
keasaman pada tanah kurus dimulai dengan pemberian kalsit, lalu diikuti dengan
dolomit untuk menambah daya guna lahan.
4. Kapur mati = slaked lime, Hydrated lime Ca(OH)2
Bahan ini diperoleh dengan menyiramkan air pada kapur mentah
(kapur hidup) yang kemudian biasa diperdagangkan sebagai kapur untuk mengapur
tembok. Kapur mati lambat mengambil dari CO2 udara. Penyerapan CO2
dan air oleh kapur hidup dan CO2 oleh kapur mati tidak
mengurangi nilai bahan untuk pengapuran, hanya saja untuk mendapatkan berat
tertentu CaO diperlukan kapur mati dalam jumlah besar.
5. Kapur liat = Napal, Marl
Marl adalah butiran atau butir lepas, seringkali tak murni, CaCO3
yang berasal dari cangkang binatang laut atau terbentuk dari presipitasi CaCO3
dari perairan danau kecil atau kolam. Secara umum marl diartikan sebagai CaCO3
yang lunak dan tidak tahan lapuk dan biasanya tercampur dengan lempung
dan kotoran lain. Istilah ini juga dipakai untuk hamper semua bahan yang tinggi
kadar kapurnya seperti beberapa tanah liat berkapur. Marl biasanya hamper semuanya
CaCO3 murni, tapi kadang-kadang mengandung tanah liat, debu atau
bahan organic yang tinggi. Marl sering digali dalam keadaan basah dan sukar
dihampar diatas tanah, kecuali sebelumnya dibiarkan kering. Penyebaran marl
tidak seluas kapur giling, dan penimbunannya jauh kurang ekstensif tapi
terdapat di banyak pantai.
Penggalian marl sederhana. Marl sering terdapat di bawah
tanah berat yang harus disingkirkan dahulu menggunakan alat berat seperti bulldozer.
Kemudin permukaan bedeng dipecah dengan bajak cakram atau traktor, lalu
dikeringkan atau langsung dumuat ke dalam truk. Pembajakan kadang-kadang
dilakukan untuk meng-aerasi lapisan permukaan sehingga cepat kering. Biasanya marl
tidak digiling atau ditapis.
6. Kapur tulis = kapur halus, Talk, Chalk, Ca(HCO3)2
Batuan ini merupakan bahan CaCO3 yang lunak dan
baik untuk pengapuran. D Inggris, bahan ini banyak digunakan namun di
Indonesia, belum lazim. Kapur tulis harus digiling sebelum digunakan, tapi
karena mudah pecah, hanya dibutuhkan sedikit tenaga.
7. Kapur bara = slag
Hasil samping industry besi ini digunakan sebagai bahan
pengapuran di daerah dekat udara panas setempat. Kapur bara ini berbeda dengan
kebanyakan jenis kapur lain dalam hal kandungan Cad dan Mg, dan juga mengandung
silikat misalnya berbeda pula dengan CO3 atau oksida seperti kapur
giling atau kapur tohor. Pemakaiannya sama efektifnya dengan kapur giling yang
seukuran.
Kapur bara dihasilkan dalam dua bentuk yaitu yang
diudara-dinginkan, sehingga harus digiling sebelum dipakai dan berbutir yang hampir
semua penghalusan partikel penting disempurnakan pada proses granulasi
(pembutiran). Bentuk kedua ini biasanya lebih cepat beraksi dengan tanah. Seperti
alnya kapur dolomit, kapur bara mengandung Mg dan menjadikan Mg tersedia bagi
tanaman. Kapur bara dasar (basic slag) yang juga hasil samping industry besi
dan logam terutama digunakan untuk menambah unsur P pada tanaman, tetapi juga
berguna sebagai bahan pengapuran.
Kapur bara yang mengandung
CaSi2O5, dapat juga dijadikan bahan pengapuran. Kandungan
Mg-nya amat sedikit dan P-nya juga rendah.
8. Kulit binatang dan lain-lain
Kulit kerang giling dan cangkang hasil laut lainyya kaya
akan CaCO3. Bila digiling halus, kulit binatang itu akan berubah
menjadi bahan agen pengapuran yang efektif.
Referensi:
Kuswandi. 2005. Pengapuran
Tanah Pertanian: Edisi Revisi. Yogyakarta: Kanisius.
0 komentar:
Posting Komentar