Sifat Kimia Tanah ~ Berbagi Bersama Dokter Tanaman

Selasa, 08 Januari 2013

Sifat Kimia Tanah


Sifat kimia tanah sangat penting karena mempengaruhi dan menentukan kondisi kesuburan suatu tanah. Mempelajari kimia tanah perlu dilandasi dengan pemahaman terhadap bagian fraksi yang reaktif dalam tanah yang disebut dengan koloid tanah, reaksi tanah (pH), dan kandungan hara tanah, serta status ketersediaan hara bagi tanaman (Madjid 2007). 
Bila ditinjau dari sifat-sifat kimianya, maka koloid dapat dikatakan dapat merupakan suatu garam yang bersifat masam. Zarah kolloidal terdiri dari gugusan kompleks yang bermuatan negatif atau disebut misel (bahasa Inggris: micelle, Microsoil), dan sejumlah berbagai kation yang dijerap misel tersebut. Di daerah humid termasuk Idonesia, kation kalsium aluminium dan hidrogen merupakan yang terbanyak (Minardi dan Sutopo 2000)
Sifat kimia tanah berhubungan pula dengan komposisi mineral tanah. Mineral tanah dibagi menjadi mineral primer dan mineral sekunder. Mineral primer berasal dari batuan beku yang dari segi kimiawinya belum mengalami perubahan, misalnya kuarsa. Mineral ini merupakan sumber utama unsur kimia ataupun juga bahan pokok senyawa anorganik pada tanah. Sedangkan mineral sekunder dan bahan organik yang bertingkatan koloid akan menyusun fraksi tanah yang aktif (Sutedjo dan Kartasapoetra 2005).  
Keasaman atau pH (Potential of hidrogen) adalah nilai pada skala 0-14 yang mengambarkan jumlah relatif ion H+ terdapat ion OH- didalam larutan tanah. Larutan tanah disebut bereaksi asam jika nilai pH berada pada kisaran 0-6, artinya larutan tanah  mengandung ion H+ lebih besar daripada ion OH- sebaliknya jika jumlah ion H+ dalam lautan tanah lebih kecil daripada ion OHlarutan tanah disebut bereaksi basa (alkali) atau miliki pH 8-14. Tanah bersifat asam karena berkurangnya kation Kalsium, Magnesium, Kalium dan Natrium. Unsur-unsur tersebut terbawa oleh aliran air kelapisan tanah yang lebih bawah atau hilang diserap oleh tanaman (Hendra 2010). 
Kalium merupakan unsur hara makro primer bagi tanaman. Keberadaan unsur ini sangat penting untuk pertahanan diri tanaman dari serangan hama dan penyakit dan kekeringan.  Sistem pertanian organik nyata meningkatkan kandungan K tersedia tanah, meskipun pada sistem non pertanian organik ada loka yang menunjukkan K tersedia lebih tinggi, tetapi kemungkinan hal ini terjadi karena baru saja dipupuk KCl. Sistem pertanian organik memungkinkan keseimbangan nutrisi yang lebih baik (Utami dan Handayani 2003).

Referensi:
Minardi, S. dan Sutopo. 2000. Buku Pegangan Kuliah Fakultas Pertanian Dasar-dasar Ilmu Tanah I. Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Madjid Abdul. 2007. Klasifikasi Tanah USDA 1975. http://dasar2ilmutanah.blogspot.com/2007/12/klasifikasi-tanah-usda-1975.html. Diakses pada 28 Oktober 2012 pukul 10.55 WIB.
Hendra. 2010. Mengetahui Kesuburan Tanah Vs Pemupukkan. http://ditjenbun.deptan.go.id/benihbun/benih/index.php?option=com_content&task=view&id=178&Itemid=26.  Diakses tanggal 27 Oktober 2012 pukul 13.07 WIB. 
Sutedjo, Mul Mulyani dan A.G. Kartasapoetra. 2005. Pengantar Ilmu Tanah Terbantuknya Tanah dan Tanah Pertanian Edisi Baru. Jakarta: Rineka Cipta.
Utami, Sri Nuryani H dan Suci Handayani. 2003. Sifat Kimia Entisol pada Sistem Pertanian Organik Vol. 10 No. 2 hlm 63-69. Ilmu Pertanian. Yogyakarta

0 komentar:

Posting Komentar